Jika kamu bisa bersinar, Aku baik-baik saja |
Ibu Jimin berjalan melewati ruang UGD setelah mengecek nama di kepala ranjang
dan kantong infus. Dia menyingkirkan rumput dari bahu Jimin dengan satu jari.
Aku mendekatinya dengan ragu, merasa bahwa aku harus memberitahunya mengapa
Jimin berada di UGD, mengenai dia yang kejang di halte bis. Ibu Jimin nampaknya
menyadari kehadiranku dan dia memperhatikanku seolah menyadari sesuatu. Aku
tidak tahu apa yang harus aku lakukan jadi aku hanya berdiri. Ibu Jimin hanya
mengucapkan 'Terima kasih' lalu berbalik kearah Jimin.
Di detik selanjutnya, Ibu Jimin berbalik
padaku lagi ketika dokter dan suster mulai memindahkan ranjang Jimin dan aku
bergerak untuk mengikutinya. Ibu Jimin mengucapkan terima kasih lagu dan
mendorong bahuku. Daripada mendorong, akan lebih tepat jika dikatakan bahwa dia
menyentuh bahuku lalu menjauhkan tangannya. Tapi aku tiba-tiba merasakan sebuah
garis yang kasat mata terbentuk diantara Ibu Jimin dan aku. Garis itu nyata dan
jelas. Dingin dan kokoh. Itu adalah garis yang tak dapat aku lewati. Aku sudah
menjadi yatim piatu selama 10 tahun. Aku tahu dengan tubuhku, pandanganku,
dengan udara. Disaat kebingungan aku melangkah mundur dan jatuh ke lantai. Ibu
Jimin menatap kosong kearahku. Dia wanita yang bertubuh kecil dan cantik. Tapi
bayangannya besar dan menakutkan. Bayangan itu menutupiku selama aku jatuh di
lantai UGD. Ketika aku mengangkat kepalaku, ranjang Jimin telah meninggalkan
UGD dan tak terlihat lagi. Setelah hari itu, Jimin tidak kembali ke sekolah.
25 Februari tahun 21
Aku menari tanpa bisa mengalihkan mataku dari bayanganku di cermin. Semuanya
menjadi damai. Menggerakkan tubuhku mengikuti musik, terpisah dari perasaanku,
tak ada apapun selain kesunyian.
Kali pertama aku menari adalah ketika aku
berusia 12 tahun. Mungkin ketika ada acara pertunjukkan saat perjalanan wisata
sekolah. Aku berdiri diatas panggung karena teman-temanku. Aku masih mengingat
tepuk tangan dan teriakan di hari itu. Dan merasa menjadi diri sendiri untuk
pertama kalinya.Waktu itu aku pikir menyenangkan menggerakkan tubuhku seiring
musik. Itu membahagiakan, dan tak lama aku menyadarinya, kebahagiaan itu tidak
datang dari tepuk tangan, tapi dari dalam diriku.
Diriku diluar cermin menanggung banyak beban.
Aku tak dapat mengangkat kakiku dari tanah meski untuk beberapa detik, aku
tersenyum meski aku membencinya dan tersenyum juga saat aku sedih.. Aku meminum
obat yang bahkan tidak aku butuhkan sampai pingsan tak peduli dimana. Itulah
mengapa ketika aku menari, aku mencoba tidak mengalihkan pandangan dari cermin.
Karena inilah waktunya aku bisa menjadi diriku sendiri, terbang dan
meninggalkan semua beban berat. Karena inilah waktunya aku mengumpulkan harapan
dan bisa berbahagia. Aku membuka mataku pada momen itu.
31 Maret tahun 22
Aku refleks mengalihkan pandangan dan merasa nafasku berhenti mendadak.
Meskipun nafasku bergetar karena menari sepanjang waktu, tapi bukan itu
penyebabnya. Aku berpikir mengenai bagaimana dia terlihat seperti ibuku. Tidak,
ini bukan pikiran atau bentuk dari pengakuan, atau sesuatu yang bisa aku jelaskan.
Aku bahkan tidak dapat menatap temanku yang sudah lebih dari 10 tahun kukenal.
Kami belajar menari bersama, gagal bersama, jatuh dan mengumpulkan kekuatan
bersama. Kami berbaring di lantai yang basah oleh keringat dan melempar handuk
satu sama lain, bermain-main bersama. Seolah tersentuh oleh perasaan yang tak
pernah aku rasakan sebelumnya, aku berdiri dari tempatku. Setelah berbalik ke
sudut, aku bersandar ke dinding dan berdiri disana. Aku mencoba mengatur nafas,
tapi aku mendengar suara yang berkata "Kemana kau akan pergi
Hoseok?". Sebuah suara, mungkin ini sebuah suara. Suara yang memanggil
"Hoseok". Suara yang bahkan tak dapat aku ingat dengan baik, yang
membawaku kembali pada diriku yang berusia 7 tahun.
Source english translate
Cr: ktaebwi, Rosoidae, TXYfifteen
Source english translate
Cr: ktaebwi, Rosoidae, TXYfifteen
Komentar
Posting Komentar