Hari dimana aku ingin berlari ke tempat yang hatiku inginkan |
Aku menyentuh tuts piano dengan ujung jariku, gerakan yang membuat debu
bergesekan di jariku. Menggunakan sedikit tekanan di jariku untuk menekan
tutsnya, piano itu mengeluarkan suara yang berbeda dari yang hyung mainkan.
Hyung sudah 10 hari tidak masuk sekolah. Hari ini aku mendengar bahwa dia akan
dikeluarkan. Namjoon-hyung dan Hoseok-hyung tidak mengatakan apapun, dan aku
tidak mengatakan apapun karena aku takut. Dua minggu lalu ketika guru menemukan
tempat rahasia kami, hanya ada aku dan hyung disana. Ada pertemuan orang tua
hari itu dan aku tidak ingin berada di kelas. Jadi aku berlari ke tempat itu.
Hyung bahkan tidak menoleh, dia hanya memainkan piano dan aku berbaring di dua
bangku yang digabungkan, menutup mata berpura-pura tidur. Hyung dan piano
tampak berbeda namun di waktu yang sama mereka juga satu, sehingga aku tak bisa
memikirkan mereka terpisah. Terkadang mendengarkan hyung bermain piano
membuatku ingin menangis.
Ketika aku merasakan air mataku hampir jatuh,
aku buru-buru membalikan badan, tapi kemudian pintu terbuka dengan keras dan
suara piano terhenti. Aku ditampar di pipi, terhuyung ke belakang dan akhirnya
terjatuh. Aku mengepalkan tangan untuk menahan diri mendengar omelannya, tapi
kemudian tiba-tiba suaranya berhenti. Aku mendongak, hyung mendorong bahu guru
dan berdiri di depanku. Melalui bahu hyung, aku bisa melihat ekspresi marah si
guru.
Aku menekan tuts piano. Aku mencoba meniru
lagu yang hyung biasa mainkan. Apakah dia benar-benar keluar sekolah? Apakah
dia tak akan pernah kembali? Hyung mengatakan beberapa pukulan dan tendangan
sudah biasa untuknya. Jika aku tidak ada disana, apakah dia tidak akan
menyerang guru? Jika aku tidak disana, akankah hyung masih bermain piano
disini?
11 April tahun 22
Akhirnya, permohonanku terkabul. Aku sengaja menabrak preman di jalan dan
dipukuli sebanyak yang aku mau. Aku tetap tersenyum selama dipukuli, dan mereka
memukulku lebih keras, menyebutku gila. Aku bersandar di rolling door dan
menatap langit. Ini sudah larut malam. Tidak ada apapun di langit yang gelap
gulita. Aku melihat rumput tumbuh tak jauh dariku. Itu tergeletak rata tertiup
angin. Sama sepertiku. Aku memaksakan diri tertawa untuk menghentikan air mata
berjatuhan.
Dibawah mataku yang tertutup, aku melihat ayah
tiriku berdehem membersihkan tenggorokannya. Saudara tiriku tertawa. Keluarga
ayah tiriku melihat kearah lain atau membicarakan hal yang tak penting. Mereka
bersikap seolah aku tidak ada disana, seolah keberadaanku bukan apa-apa. Di
depan mereka, ibuku kebingungan. Dia mendorong dirinya dari lantai, membuat
debu berterbangan dan terbatuk. Itu menyakitkan, seolah seseorang menusuk
dadaku dengan pisau. Aku naik ke atap kontruksi. Kegelapan malam tampak
membayangi kota. Aku naik keatas pegangan tangga, merentangkan tanganku dan
berjalan. Saat itu, kakiku tersandung dan hampir hilang keseimbangan. Hanya
satu langkah lagi dan aku akan mati, aku pikir. Tapi jika aku mati, segalanya
akan berakhir. Tak seorang pun akan sedih jika aku menghilang.
16 Juli tahun 22
Aku berdiri disamping jendela, memasang earphoneku dan perlahan menyanyikan
lagunya. Ini sudah seminggu. Sekarang aku bisa bernyanyi tanpa melihat
liriknya. Aku melepas sebelah earphoneku dan berlatih dengan suaraku. Dia
mengatakan dia menyukainya karena liriknya begitu indah, tapi liriknya begitu
memalukan, jadi aku hanya menggaruk kepalaku. Cahaya matahari di bulan juli
menerobos bingkai jendela yang besar. Dedaunan hijau berguguran dan bersinar,
mungkin karena angin, dan sentuhan yang cahaya matahari tinggalkan di wajahku
terasa berbeda setiap waktu. Aku menutup mataku. Aku memandang warna kuning,
merah dan biru mewarnai dibelakang mataku yang tertutup. Aku tidak tahu jika
ini karena lirik atau karena matahari, tapi sesuatu tumbuh dalam hatiku, menggelenyar dan membakar.
Source english translate Cr: ktaebwi, Rosoidae, TXYfifteen
nangis bacanya. Jeon Jungkook, fighting
BalasHapus